Selasa, 27 Maret 2012

Rekomendasi APBN 2012 (Kajian BEM FEUI 2011)

Note : Rekomendasi ini telah disampaikan kepada Badan Anggaran DPR-RI pada 19 Agustus 2011

A. Hakikat APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah anggaran negara yang terdiri dari 2 bagian yaitu pendapatan dan belanja negara. Anggaran ini dibuat berlandaskan asumsi makro dan Rencana Pemerintah Jangka Menengah untuk menentukan besaran pajak, utang dan sumber pendanaan lain yang dibutuhkan. Kemudian setiap departemen, lembaga negara dan daerah mengajukan anggaran yang mereka perlukan sebagai dasar pengeluaran. APBN ini kemudian dibahas bersama oleh pemerintah (Kementerian keuangan) dan DPR-RI (Badan Anggaran) untuk dinilai urgensi dan prioritasnya dalam menetapkan belanja negara.

Pada hakikatnya APBN adalah instrumen yang memperlihatkan G (Government Expenditure) dari Indonesia. Instrumen ini penting sebagai bagian dalam menghasilkan Y (output negara/GDP), tetapi bukan instrumen satu-satunya yang menentukan besaran Y karena masih ada faktor konsumsi, investasi dan ekspor-impor. Namun APBN adalah satu-satunya instrumen yang mampu dikontrol oleh masyarakat dan negara, selain itu APBN juga menghasilkan multiplier effect. Inilah kelebihan instrumen G dibanding faktor-faktor lainnya. Semakin besar APBN seharusnya output yang dihasilkan suatu negara akan semakin besar. Implikasi akhirnya adalah semakin besar output negara maka semakin besar kesejahteraan masyarakat di suatu negara yang bisa diukur melalui berbagai instrumen seperti GDP/Kapita hingga Indeks Pembangunan Manusia.

Dari sini jelas terlihat bahwa APBN adalah instrumen penting demi kesejahteraan masyarakat. Tetapi satu hal yang harus digarisbawahi APBN adalah instrumen dan bukan hasil akhir.Pada hakikatnya jika sebuah instrumen tidak digunakan dengan tepat maka instrumen tidak mampu menghasilkan apapun, bahkan jika digunakan dengan tepatpun tidak ada jaminan APBN akan otomatis menghasilkan masyarakat yang sejahtera.

Namun semua usaha harus dilakukan jika kesejahteraan masyarakat menjadi taruhannya. Untuk itulah APBNharus diawasi agar pemakaiannya tepat guna dan tidak menyimpang.Terkait hal ini BEM FEUI berkomitmen untuk menjaga agar APBN menjadi tool yang tepat guna dan dapat termanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.

B. Evaluasi APBN 2011

Melihat hakikat yang ada pada APBN dan dikomparasi dengan kondisi Indonesia, maka boleh dikatakan hakikat yang ingin dicapai APBN belum tercapai. Kemiskinan dengan standar $2 sehari masih mencapai 60% dari penduduk Indonesia, hal ini terjadi dikala GDP per kapita meningkat hingga menembus $3000 dan gini ratio (rasio kesenjangan pendapatan) yang meningkat. Artinya APBN belum mampu dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat melainkan hanya sebagian masyarakat kaya.

Pertumbuhan ekonomi yang ada pada kisaran 6% masih didominasi sektor konsumsi domestik (+/-4%), dan sisanya oleh investasi, ekspor, dan baru APBN. Secara sederhana bisa dikatakan peran pemerintah masih sangat minim dalam mengakselarasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hal ini dalam kajian BEM FEUI disebabkan 5 masalah mendasar. Masalah tersebut adalah :

1. Komposisi APBN Tidak Ideal,

2. Buruknya Penyerapan Anggaran,

3. Manajemen Utang & Defisit yang tidak tepat,

4. Pendapatan yang belum maksimal,

5. Dana Transfer Daerah Bermasalah

Komposisi APBN yang tidak ideal ini mencakup kebijakan yang didominasi belanja pegawai & subsidi dan minim belanja modal dan sosial. Padahal belanja modal & sosial lah yang merupakan bagian dari APBN yang memiliki multiplier effect bagi perekonomian. Data yang ada menunjukkan bahwa hanya 16,2% dan 7,6% dari APBN 2005-2011 yang digunanakan untuk belanja modal dan belanja sosial. Hal ini memperlihatkan struktur kepegawaian yang gemuk, tidak efektif, dan tidak efisien yang tercermin dalam berbagai survei yang menunjukkan lambannya birokrasi di Indonesia. Dari sisi departemen pun, dana yang dialokasikan untuk infrastruktur yang menghasilkan multiplier effect hanya 58 Triliun pada 2011, ini hanya sebesar 5% dari total APBN dan masih dipotong untuk biaya pegawai. Melihat kebutuhan pembangunan khususnya infrastruktur, maka komposisi APBN saat ini jelas jauh dari ideal.

Adapun kebijakan subsidi khususnya subsidi BBM berdasarkan model yang digunakan BEM FEUI ternyata tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. Belum lagi penyalurannya yang tidak tepat guna menurut penelitian world bank, dimana 90% subsidi jatuh pada kalangan mampu.

Kemudian terkait penyerapan anggaran, pada periode 2005-2010 penyerapan anggaran pada triwulan 1 rata-rata hanya sebesar 11,32%, pada periode 2011 pun penyerapan hanya sebesar 11%. Adapun secara keseluruhan rata-rata penyerapan anggaran 2005-2010 hanya 87% dan penyerapan tahun 2010 sebesar 95,79%. Ini menunjukkan ada dana sebesar 40 Triliun yang tidak terserap. 2 Hal ini menjadi sorotan yaitu waktu penyerapan dan besar penyerapan. Waktu penyerapan yang menumpuk pada triwulan 4 menjadikan proyek dilaksanakan tergesa-gesa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas, dan juga mengalami kekosongan pembangunan pada triwulan awal. Rendahnya penyerapan juga berbahaya, karena pembiayaan 100 Triliun dana APBN dibiayai dari utang. Hal ini menandakan ada utang yang tidak terserap dan dapat membebani keuangan negara ke depannya.

Manajemen utang dan defisit (pembiayaan) pemerintah pun dirasa belum memadai. Walaupun dari sisi persentase utang terhadap GDP menurun hingga kisaran 25-26%. Namun pembiayaan nominal meningkat dari 8,9 Triliun pada 2005 menjadi 124,7 Triliun pada 2011, dan secara total mencapai 1590,6 Triliun. Bunga utang pun menelan 14,77% dari keseluruhan APBN. Hal ini membebani ruang fiskal APBN untuk diarahkan ke kesejahteraan masyarakat. Tetapi dalam pandangan BEM FEUI, utang tidak terlalu menjadi masalah ketika mampu terserap sepenuhnya. Permasalahannya adalah masih banyak dana yang tidak terserap dalam APBN, sehingga utang yang diambil menjadi sia-sia. Selain itu komposisi utang yang berubah menjadi didominasi obligasi juga harus menjadi perhatian pemerintah, mengingat bunga obligasi yang lebih besar dibanding bunga utang LN (G to G). Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dalam manajemen utang agar utang yang diambil mampu terserap dalam proyek-proyek yang mampu menggerakan roda perekonomian, dan bukannya menjadi dana sia-sia di dalam kas negara.

Sorotan keempat adalah pendapatan yang belum maksimal, hal ini terlihat dari tax ratio yang hanya sebesar 12,3% pada 2010. Padahal pada 2006, rata-rata ASEAN mencapai 13,5% dan bahkan tax ratio Malaysia mencapai 20,17%. Hal ini memperlihatkan rendahnya kesadaran membayar pajak maupun ketegasan pemerintah dalam mengumpulkan pajak. Padahal jika pemerintah mampu meningkatkan tax ratio menjadi 15% maka ada potensi kenaikan APBN sebesar +/-160 Triliun rupiah (6.422 Triliun x 2,7%). Indikator lain adalah elastisitas pajak yang menunjukkan besaran kenaikan pajak setiap 1% kenaikan pendapatan nasional, Indonesia dalam hal ini baru berada pada 1,07, sedangkan malaysia sebesar 1,9 dan Pakistan sebesar 2,1. Pendapatan lain yang bisa digerakkan adalah melalui renegoisasi kontrak karya dan mengatur ulang kebijakan dividen BUMN agar mampu menghasilkan pendapatan lebih besar bukan hanya pada jangka pendek namun hingga 10-20 tahun ke depan. Dari sini terlihat betapa besar potensi pendapatan yang masih bisa digarap pemerintah Indonesia untuk meningkatkan APBN 2011.

Sorotan terakhir adalah Dana Transfer Daerah yang bermasalah, bermasalah dalam artian pemakaiannya yang didominasi gaji pegawai. Hal ini terlihat dari struktur APBD yang 58% dipakai untuk gaji pegawai, dana lain pun banyak dipakai untuk pembangunan fasilitas birokrat. Bahkan banyak pemerintah daerah yang terancam bangkrut dengan struktur seperti ini. Dari segi daerah yang mendapat dana transferpun masih didominasi kabupaten daerah maju yang mencapai 154 Triliun dibandingkan kabupaten daerah tertinggal hanya 89 Triliun, ini menunjukkan bahwa dana transfer daerah tidak berimbang. Selain itu menurut penelitian INDEF hanya 9 propinsi yang menunjukkan semakin besar dana perimbangan diikuti semakin besar penurunan kemiskinan. Pengawasan pemanfaatan dana transfer ini pun sangat minim, terlihat dari minimnya transparansi data APBD maupun lembaga-lembaga yang fokus mengawasi APBD. Semua ini membawa kesimpulan bahwa dana transfer daerah perlu ditinjau kembali agar secara efektif mampu diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

C. Rekomendasi APBN 2012

Melihat permasalahan yang ada maka BEM FEUI memberikan rekomendasi berdasar masing-masing permasalahan yang ditemukan agar APBN 2012 mampu lebih baik lagi dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan rakyat.

1. Menuju Komposisi APBN ideal

Rekomendasi terpenting untuk memperbaiki komposisi APBN adalah mengurangi belanja rutin khususnya belanja gaji pegawai dan subsidi untuk kemudian dialihkan ke dana infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Secara spesifik rekomendasi ini adalah :

a. Melakukan moraturium penerimaan pegawai negeri baru dan kenaikan gaji

b. Menerapkan sistem remunerasi yang dijalankan lembaga independen yang profesional untuk mengukur kinerja pegawai negeri. Hal ini disertai pengubahan sistem gaji menjadi didominasi oleh penghasilan dari remunerasi dan pengurangan gaji tetap untuk mendorong produktivitas pegawai negeri.

c. Perencanaan pencabutan sepenuhnya subsidi BBM selambat-lambatnya tahun 2013. Untuk meredam dampak pencabutan subsidi maka perlu dilakukan pengalihan bahan bakar ke BBG, pengurangan pemakaian BBM untuk pembangkit listrik, dan mempersiapkan infrastruktur transportasi umum yang murah, aman, dan nyaman.

d. Penambahan anggaran pendidikan dengan tujuan menciptakan pendidikan gratis 100% hingga level SMA dan perbaikan fasilitas & prasarana pendidikan melalui pengalihan dana subsidi. Dalam hal ini gratis mencakup biaya buku, biaya perawatan, dan seluruh biaya/pungutan lain. Sehingga nantinya BOS dapat dihilangkan & diganti dengan penghilangan otomatis biaya pendidikan.

2. Meningkatkan penyerapan anggaran

Bermasalahnya penyerapan anggaran disebabkan waktu pembahasan APBN yang minim yang kemudian berdampak pada lambatnya pembahasan di daerah, ketidaksinkronan waktu periode pajak dengan periode APBN yang menyebabkan kurangnya dana pada triwulan awal tahun anggaran, dan lambatnya birokrasi pelaksanaan proyek maupun tender. Untuk itu rekomendasi BEM FEUI adalah agar dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Memajukan waktu pembahasan APBN atau setidaknya menghilangkan rutinitas membuat APBN-P yang menghabiskan waktu selama bulan juni-juli

b. Sinkronisasi periode pajak dengan periode APBN untuk menghilangkan masalah kekurangan dana pada triwulan awal periode anggaran.

c. Memberikan insentif bagi pegawai negeri untuk memimpin proyek pembangunan, khususnya jika sasaran proyek mampu dipenuhi

d. Memotong birokrasi tender, dengan menaikkan besaran minimum proyek/pengadaan yang harus dilakukan melalui tender. Sebagai gantinya maka mekanisme audit internal harus diperkuat dalam setiap departemen dan daerah

e. Dokumen perencanaan proyek yang lebih detail dan penjabaran sasaran proyek untuk mengukur keberhasilan dan urgensi suatu proyek

f. Memprioritaskan penambahan anggaran bagi departemen/daerah yang mampu menyerap anggaran secara maksimal baik dari sisi kuantitas maupun kualitas

3. Manajemen utang & Defisit

Kebijakan defisit yang diambil ke depannya harus ditinjau ulang mengingat kebijakan defisit diiringi dengan pengambilan utang baru. Untuk itu defisit yang ada harus dipakai secara maksimal agar mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Manajemen defisit & utang ini terkait erat dengan penyerapan anggaran yang maksimal, dimana jika kebijakan defisit yang ditempuh tidak diikuti dengan penyerapan anggaran maksimal, maka utang akan menjadi sia-sia. Jalan yang harus ditempuh adalah dengan mengubah bentuk utang agar mampu mendorong penyerapan anggaran. Rekomendasi terkait hal ini adalah :

a. Membuat utang based by project baik itu utang luar negeri maupun obligasi. Secara khusus terkait obligasi bisa mengikuti pola sukuk. Utang based by project ini penting untuk memastikan agar utang yang diambil telah memiliki pos-pos pemakaian khusus dan tidak masuk ke kas negara tanpa target pemakaian yang jelas. Dengan sistem ini maka utang yang diambil otomatis diarahkan ke infrastruktur dan pencapaiannnya mampu diukur

b. Menyeimbangkan utang berbentuk G to G, dengan utang berbentuk G to B. Tujuannya adalah agar bunga utang yang ditanggung pemerintah bisa diminimalisir mengingat utang G to B (obligasi) umumnya berbunga tinggi sedangkan utang G to G berbunga rendah

c. Restrukturisasi utang BLBI agar pembayaran tidak tertumpuk pada 2033

d. Mengurangi utang berdenominasi asing untuk mengurangi gejolak terhadap fluktuasi nilai tukar

e. Apabila penyerapan anggaran sudah baik dan pemakaian utang sudah termanfaatkan maksimal maka ekspansi utang dapat dilaksanakan

f. Menjaga persentase utang terhadap PDB pada level maksimal 60%

4. Maksimalisasi pendapatan APBN

Memaksimalkan pendapatan APBN harus dilakukan, caranya adalah meningkatkan tax ratio, elastisitas pajak dan perubahan kebijakan pengolalaan SDA. Cara yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan tax ratio dengan memperkuat dirjen pajak, khususnya terkait wewenang mengumpulkan pajak yang diiringi dengan pengawasan ketat dirjen pajak melalui audit internal maupun eksternal, serta pemisahan wewenang pengadilan pajak dari dirjen pajak. Hal ini dilakukan agar dirjen pajak mampu lebih agresif mengumpulkan pajak namun tetap transparan.

2. Menumbuhkan kesadaran membayar pajak melalui insentif bagi masyarakat yang membayar pajak dan transparansi penggunaan dana pajak agar masyarakat mengetahui manfaat membayar pajak. Insentif dapat berupa kemudahan birokrasi pajak& kebijakan jemput bola bagi pembayar pajak.

3. Mengubah sistem pajak menjadi sistem pajak per pos seperti di Amerika Serikat. Dimana sebagai contoh pajak kendaran bermotor otomatis dialokasikan untuk mensubsidi transportasi umum. Hal ini merupakan bagian dari memudahkan transparansi penggunaan dana pajak.

4. Mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan IPO untuk menjamin transparansi kondisi keuangan perusahaan tersebut

5. Melakukan renegosiasi kontrak karya dengan perusahaan pengelola sumber daya alam ke arah yang lebih menguntungkan bagi negara. Termasuk di dalamnya adalah meninjau kembali Undang-undang MIGAS nomor 22 tahun 2001 karena ada beberapa hal dalam undang-undang tersebut yang merugikan negara. Seperti kebijakan bagi perusahaan asing yang harus memberikan 2% dari profit sharing dirasa kurang dan merusak kedaulatan negara Indonesia,

5. Meningkatkan Efektivitas Dana Transfer Daerah

Dana transfer daerah ke depannya harus mampu secara efektif dipakai untuk membangun perekonomian daerah agar suatu saat daerah mampu mandiri secara finansial dari pemerintah pusat. Selain itu juga agar secara efisien terserap bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk itu harus diambil langkah sebagai berikut :

a. Perubahan struktur dana transfer daerah diprioritaskan untuk belanja modal seperti pembangunan infrastruktur atau industri yang dapat menaik penghasilan bagi daerah di masa depan

b. Perbaikan formula dana transfer dengan memprioritaskan daerah-daerah tertentu untuk terlebih dahulu dibangun, atau memusatkan dana transfer ke level provinsi. Tujuannya adalah agar dana yang ditransfer bisa lebih fokus dan mencukupi untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan industri dalam skala besar

c. Memastikan adanya formula baku yang mampu menjamin terlepasnya penyusunan dana transfer daerah dari proses lobi maupun mafia anggaran. Selain itu agar dana transfer daerah benar-benar masuk ke daerah yang tidak maju.

d. Sinergisasi pembangunan level kabupaten-kota, provinsi, dan tingkat nasional agar tidak ada pembangunan yang saling tumpang tindih antara kabupaten maupun provinsi.

e. Pemanfaatan dana transfer daerah berdasar proyek, dimana dana ini ditransfer berdasar kebutuhan proyek yang diajukan oleh pemerintah daerah.

f. Transparansi pemakaian APBD dan khususnya dana transfer daerah melalui UU KIP yang mampu diawasi secara transparan oleh masyarakat.

D. Penutup

APBN sebagai sebuah instrumen penting tentu membutuhkan pengawasan lebih ketat dalam proses pelaksanaanya agar mampu memberikan hasil yang maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Sebagai satu-satunya instrumen yang mampu dikontrol oleh pemerintah dan negara, APBN harusnya mampu memberikan multiplier effect yang cukup besar bagi perekonomian. Sayangnya, beberapa masalah seperti yang telah diuraikan sebelumnya menjadi penghambat APBN dalam memacu pertumbuhan output suatu negara. Oleh sebab itu, BEM FEUI yang turut serta dalam proses pengawalan APBN agar dapat menjadi alat yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat memberika beberapa rekomendasi terkait masalah-masalah tersebut. Diharapkan melalui rekomendasi-rekomendasi itu APBN kembali ke hakikat dasar sebagai instrumen yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, baik masyarakat kaya, menengah maupun masyarakat miskin.

Tidak ada komentar: